Danau Tanralili, Wisata Alam yang berpotensi "Membunuh"

By Indra J Mae - October 25, 2015

Danau Tanralili, adalah sebuah kawasan wisata alam berupa danau penampung di lembah gunung Bawakaraeng - Lompobattang kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Keberadaan danau ini cukup populer sejak kemunculannya tahun 2004, pasca bencana longsor dahsyat yang pernah menerjang kawasan ini tahun 2003. 
Kontur danau Tanralili sebenarnya terbentuk dari hasil longsoran yang secara perlahan berubah menjadi sebuah kolam penampung besar dari aliran air sungai yang mengalir keluar dari bebatuan sekitarnya. Sebelum danau tanralili ini terbentuk, kawasan ini dulunya adalah sebuah sungai besar dengan air terjun.
Kondisi danau Tanralili pada dasarnya tidak sesuai dengan standar keamanan untuk sebuah kunjungan wisata, kendati setiap minggu dikunjungi ratusan para penggiat alam bebas yang datang dari berbagai daerah. Permukaan kawasan danau tandus dan gersang dikelilingi pebukitan tanah dan bebatuan yang menumpuk rapuh, suasananya pun panas dan pengap karena kurangnya pepohonan untuk berteduh. Angin musim pancaroba makin menyusahkan kawasan ini ketika debu ikut beterbangan bersama anginnya yang kencang. 

Salah satu bagian dari sisi danau tanralili, kering dan rawan longsor
Setiap jam, berbagai komunitas terus berdatangan

Ratusan orang berdesakan dalam tenda-tenda ini

Tempat keluarnya aliran air yang menjadi sumber tampungan danau

Nampak dari material tanah dan bebatuan yang setiap waktu tergerus air, bisa disimpulkan bahwa danau Tanralili ini masih menyimpan potensi RAWAN LONGSOR yang besar. Namun sepertinya hal itu bukan ancaman serius bagi para "backpacker" dadakan yang sudah kadung menyerbu tempat ini. Jalan setapak menuju ke danau ini ditempuh kurang lebih 4 - 5 jam melalui tebing-tebing curam, juga rawan longsor, tidak ada pengaman dan minim petunjuk.

Selain kondisi lapangan yang rawan, persoalan sosial juga menjadi masalah, kawasan wisata alam yang disesaki pengunjung ini nampaknya belum memahami interaksi sosial dengan baik. Barang-barang berharga menjadi rentan kecurian seperti yang terjadi pada sekelompok pendatang dari jakarta yang saat itu kehilangan tas yang berisi HP, dompet dll. sebelumnya juga beberapa orang mengaku kehilangan barang seperti kompor, bahan makanan, tempat masak dll. 

Untuk masuk ke danau tanralili, dimulai dari desa lereng bernama desa Lengkese, sekitar 20 km dari kota malino. Di desa ini, pengunjung akan berhadapan dengan sistem administrasi yang dikelola secara sederhana oleh penduduk setempat. Tujuannya untuk registrasi data sekaligus membayar biaya retribusi sebesar Rp.2000/kepala. Biaya ini sudah termasuk biaya parkir kendaraan. Satu syarat yang harus dipenuhi pengunjung untuk bisa masuk ke area danau yaitu sebisa mungkin untuk membawa sampahnya keluar dari kawasan dan itu akan ditagih ketika keluar kembali di desa Lengkese ini.

Berusaha untuk menikmati suasana dengan aktifitas memasak

Menunggu malam, menunggu sepi.

Sungai bebatuan yang menyisiri danau Tanralili




  • Share:

You Might Also Like

0 comments