National Geographic Murahan?

By Indra J Mae - March 02, 2015

Sejak kecil, saya penggemar berat media adventure bule yang populer dengan nama National geographic. Setiap kali melihat majalahnya, tanpa memahami bacaannya pun, Perasaanku selalu dibuat kagum dengan gambar-gambar alam, binatang dan aktifitas petualang alam liar di tiap lembarnya. Gambar-gambarnya telah menghipnotis jiwaku. Lantaran National Geographic itulah, waktu mainku sering tersita dengan majalahnya yang saat itu, besar-besar, berat-berat, tebal-tebal dibungkus hard cover yang mirip papan catur. Sugestinya sungguh merupakan andil terbesar dalam rangka menciptakan manusia yang berprilaku peka dan kritis seperti yang kulakoni saat ini…
Masuk dunia kampus, imajinasi tentang alam bebas ala National geographic yang sejak kecil terpahami akhirnya membuncah seolah menemukan jalannya yang hilang, ia meledak-ledak dalam semua ruangku, mulai dari gaya pakaian ala koboi, rambut yang memanjang, sepatu boot, tampilan kumal, bahkan malas mandi menjadi trend yang mewakili penyesuaianku.. dan semakin menjadi ketika trend itu menular bebas di komunitasku. Prilaku liar ala National Geograhic dengan leluasa meracuni pemahamanku tentang kemapanan duniawi “kampus” yang pada masa itu, menempatkan materi sebagai standar gaul mahasiswa.. Tidak ada yang senikmat ketika alam bebas menjadi sahabat waktuku, tanah dan bebatuan menjadi tempat tidur yang nyaman, hutan menjadi pembatas ruang, badai dan hujan menjadi lagu nina bobo dan langit malam menjadi atap. Hidupku dimewahkan halusinasi. Bertahun-tahun jiwaku mengembara dengan sugestinya.. dan sungguh, jiwaku perlahan menjelma menjadi petarung ala National geographic (#pengakuanku). Semua buku, dinding-dinding kampus, menjadi media semburan ide yang muntah begitu saja, meski gambar dan coretan itu tidak berkotak ala National Geographic, namun “sensasi” bingkai kotak kuning itu selalu mewarna kuat…
Berapa kali mencoba peruntungan mendaftar untuk menjadi bagian dari keanggotaan aktifnya, tapi standarnya jauh diluar perhitunganku. Bukan hanya semangat dan kekuatan fisik saja yang dibutuhkan, Bingkai Kotak kuning itu butuh orang-orang berwawasan luas, keunikan pengalaman dengan jam terbang yang sangat tinggi.. Parahnya lagi, calon anggota harus paham minimal 3 bahasa asing.. itu yang paling sulit kupahami. Pada akhirnya, cita-cita menjadi anggotanya hanya sebatas angan… Cukuplah jika bisa menyimpan kekuatan jiwaku yang sudah dibebaskannya selama ini.
Waktu menjadi begitu terasa ketika semua kebebasan itu mulai berbatas, ada tingkat pemahaman yang harus dinalar ketika aktifitas duniawi sudah menuntut keseimbangan. Ia kubawa melarut kedalam atmosfir kerjaku dan masih cukup memberi ruang untuk memotivasi. Namun waktu tetap yang perkasa, perlahan jiwa bebas ala national geographic itu mengendap.. ia tidak hilang, ia hanya bersemayam dalam sudut yang menyesuaikan.
Hingga pada suatu ketika, mataku harus dikagetkan dengan gambar bingkai kotak kuning yang melekat pada baju seorang anak muda yang nampak sedang asik memotret perempuan. Anak muda itu begitu khidmat mengintip tubuh perempuan dari “view finder” kameranya, dan jepret… senyumnya mengembang merekah ketika si perempuan melonjak minta di foto lagi.. Bertanyalah diriku sendiri, ini pemandangan aneh, saat itu sulit kupahami. Apakah semudah itu fotografer National Geographic melakukan aktifitas yang menurutku“murahan”.... Memotret perempuan model abal-abal..? Ataukah anak itu cuma kebetulan mengenakan atribut National geographic..?
Karena penasaran, saya menghampirinya dan bertanya,” Kamu orang dari National geographic..?”
“Bukan Kak, kebetulan cuma pake bajunya saja,” jawabnya sambil tersenyum, matanya sibuk memperhatikan hasil jepretan gambar perempuannya.
“trus, kamu dapat dimana bajunya,?” Tanyaku lagi, penasaran.
“Sekarang banyak dijual Kak, di distributor kamera banyak, kita bisa juga beli online” Jawabnya. ” ini saya ada beli tas kameranya juga.” katanya sambil memperlihatkan tas travel berlogo National Geographic. “wihh ada tasnya juga..?” gumamku, dengan senyum getir.
“ouhh.. ternyata sudah semudah itu? pantesan logo yang terlalu lama “kusakralkan” itu dengan mudah kamu gunakan untuk hal yang murahan begini," ujarku dalam hati. Saya cuma bisa manggut-manggut, sadarkan diri bahwa saya sudah ketinggalan jauh… dan si perempuan model jadi-jadian itu kembali melonjak-lonjak minta di foto lagi.
Lepas dari saat itu, semangat National geographic yang selama ini begitu dalam bersemayam membekuk jiwaku kini mulai merenggang. Dulu, setahuku, logo National Geographic itu hanya  bisa digunakan oleh orang-orangnya sendiri, logo itu tidak beredar dengan cara yang gampangan. Untuk mendapatkannya, selain jadi anggota, kita meski berjibaku dalam even yang digelar secara ketat untuk bisa mendapat atributnya.
Kekecewaanku itu makin memuncak hingga membludak tak terhingga, ketika suatu waktu, ada puluhan fotographer berkumpul dalam sebuah even fotografi komersial. Para fotografer nampak berdesakan bertumpuk mengelilingi seorang perempuan model berpakaian sexy, sedang berakting mencuci sebuah mobil dengan gaya sensual jalanan. Para fotografer semangat sekali motretnya… dan atribut National Geographic itu ternyata banyak melekat di baju, tas, travel bag atau bahkan mungkin di handuk para fotografer itu. Kasian kau National Geographic.. betapa memilukan namamu di Makassar… hehe..

Sekarang..? tukang foto amatiran abal-abal pun ternyata sudah bisa memakainya. Tukang syuting film pengantin pun bahkan ada yang memakainya… Apapun itu, mereka berhak menggunakan atribut itu karena memang sudah tersedia dan dijual bebas. Namun buatku, pupus sudah keagunganmu National geographic. Kamu akhirnya bisa bebas memuai keluar dari jiwaku, tidak ada lagi ruangan khusus dalam tubuhku untuk menempatkanmu sebagai sugestiku, yang ia sisakan hanya kekaguman yang mengakar sejak aku belum bisa memahami tulisan dengan baik….. dan itu sangat kuat. Itulah mungkin satu-satunya alasan, mengapa stiker logo National geographic masih bisa menempel di spartboard belakang motorku. Kendati sugestinya sudah memuai pergi… biar sajalah, lumayan buat gagah-gagahan… lagian stiker itu harganya cuma 1500 perak. hehe….

  • Share:

You Might Also Like

0 comments